tag:blogger.com,1999:blog-21729547816547413592024-02-20T16:56:29.099+07:00sketsa ceritacerita sketsabocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.comBlogger29125tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-5384730068382959112011-10-07T15:58:00.000+07:002011-10-07T16:00:35.787+07:00ceri(t)aCerita cinta itu seperti (seduhan) kopi.<br />Bisa kau jelaskan, manis atau pahitnya?bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-48967661587233261992011-06-07T12:17:00.000+07:002011-06-07T12:18:03.048+07:00Seperti Kertas dan Kanvas, WaktuAku menggoresmu dengan coretan-coretan : luapan hati, gambar-gambar, dan coretan sembarang; dan melipatmu menjadi bentuk-bentuk dan wujud tertentu.<br /><br />Dengan seni, seperti kertas dan kanvas, aku memperlakukanmu: waktu.<br /><br />p.s. : siapa yang lebih hebat, kamu atau aku, waktu?bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-10337753026961456732010-11-11T11:58:00.001+07:002010-11-11T12:00:05.028+07:00Agar-agarTerkadang seseorang hanya menginginkan agar-agar.<br />Bukan ice cream yg mewah, bukan cake yang selangit rasanya.<br />Bukan itu semua, cuma agar-agar....<br /><br /># dan setelah semuanya berlalu, aku masih tetap saja mengagumimu.bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-63667294321574475082010-10-29T09:24:00.000+07:002010-10-29T09:36:36.259+07:00Heart LockerWhen you wake up in the morning and found yourself locked on a maroon-painted room without door nor window, don't get panic.<br /><br />You're just in my heart.bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-54341692634771845392010-09-27T07:02:00.000+07:002010-09-27T07:03:22.331+07:00Ironi"Kamu tahu, apa yang paling kusukai sekaligus kubenci di antara kita?"<br />"..."<br />"Ironi."<br /><br />Karena dalam ironi, kita membangun dunia dalam mimpi-mimpi.<br />Karena dalam ironi, kita tertawa dalam tangis-tangis haru tanpa sebab.<br />Karena dalam ironi, kita berbagi harap dalam ketidakmungkinan yang kita utarakan.<br />Karena dalam ironi, kita mencuri peluk dan cium satu sama lain ketika kita saling marah dan membenci.<br />Karena dalam ironi, ada cinta terselip di saku bajumu, lipatan kerudungmu, lambaian tanganku.<br /><br />"Aku tak bisa bilang rasa sayang ini sebuah cinta, atau cinta ini dipenuhi sayang untukmu. Yang kita perlu sekarang mungkin adalah kesempatan, baru kita tahu nanti tentang apa semua ini.." katamu; kataku.<br /><br />Karena dalam ironi, kita tahu kita tidaklah nyata tapi kita terus mencoba...bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-21092138004495691752010-08-28T20:25:00.009+07:002010-09-02T16:46:49.722+07:00Surga Jatuh<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMVbv_17x8whU1Fpp4CELUyageamuLwxx_-M04xuZKxzy6TGVk4RNb9fbMAwGLm-vMaZlthSp3nO8RbpZglNpTMevot_ztMJGH7mdjraBpRxd4Y88Pm8wgm9Xn-im-MN-ozeoHy85QvyU/s1600/desert3_OPT.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 212px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMVbv_17x8whU1Fpp4CELUyageamuLwxx_-M04xuZKxzy6TGVk4RNb9fbMAwGLm-vMaZlthSp3nO8RbpZglNpTMevot_ztMJGH7mdjraBpRxd4Y88Pm8wgm9Xn-im-MN-ozeoHy85QvyU/s320/desert3_OPT.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5511585537917822546" border="5px solid #000000" /></a><br /><p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Ini adalah cerita yang tak pernah kutahu semenjak aku menjadi sekumpulan bunga dan rerumputan di tengah gurun pasir yang terik, tandus dan gersang.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Perjalanan hidup kami tidak pernah panjang. Bahkan, sebagian besar takdir kami tidak bisa kami tentukan sendiri seperti manusia –dan aku bersyukur untuk itu. Kalian, manusia, selalu terlalu naïf ketika menyadari bahwa sebagian besar hidup kalian bisa ditentukan oleh tanganmu sendiri. Dan karena itu, ketika masih kecil kalian begitu tergesa-gesa ingin dewasa, terpesona oleh kehidupan kakak-kakak dan orang-orang dewasa di sekitar kalian. Tapi sebaliknya, ketika kalian sudah dewasa, kalian begitu ingin kembali menjadi seorang anak kecil tanpa beban yang akan sangat bahagia dengan sebatang cokelat dan segelas es krim di tangan –keduanya membuat muka kalian seperti badut karena memakannya sembarangan.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify"></p><blockquote>Kalian, manusia, hidup seperti kalian tidak akan pernah mati dan mati seperti kalian tidak pernah hidup.</blockquote><p></p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Kami berbeda. Kami hanyalah sebongkah awan yang bahkan tidak pernah menikmati rasanya tumbuh di daerah asal ketika angin sudah menerpa dan mambawa kami jauh ke selatan.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Aku dibentuk di laut Mediterania, di daerah dengan iklim yang sejuk dan menawan. Tapi, aku hanya sempat menikmati keindahan kota-kota di ujung Laut Mediterania itu dari jauh, di ketinggian. Sudah menjadi takdir, bahwa awan-awan di Laut Mediterania harus terbawa angin ke selatan menuju benua Afrika –benua yang panas, agar kami dapat menurunkan hujan di sana, di gunung-gunung dan pepohonan yang indah. Takdir itu juga menjadi mimpi bagi kami, awan-awan muda, seperti cerita hembusan-hembusan paman angin pada kami.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Kami harus menempuh perjalanan jauh yang membosankan melewati bagian utara benua Afrika sebelum sampai ke bagian tengah yang katanya berisi hutan nan menawan. Dan kata teman-temanku, bagian yang paling membosankan adalah melewati Gurun Sahara! Gurun seperti laut, kata mereka, hanya saja berisi pasir dan sangat luas. Tidak ada yang menarik di sana, sekali lagi kata mereka.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Tapi seperti anak muda, aku dipenuhi oleh rasa penasaran. Aku memutuskan meninggalkan orang tua dan teman-temanku sejenak, untuk membuktikan kata-kata mereka tentang gurun : untuk menemukan dunia dengan perspektifku sendiri!</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Tidak perlu berpamitan, aku akan bergabung lagi dengan mereka nanti, di Afrika tengah dimana gunung-gunung indah dan pepohonan berada. Aku hanya ingin tahu, dan segera menurunkan diri agar terlepas dari arak-arakan dan sapuan angin besar. Mencari tempat yang nyaman –tetap di ketinggian tentunya, dan lalu mengamati barisan gunung-gunung debu berwarna emas.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Mereka hampir semuanya benar : gurun terlihat sangat biasa dan tidak menarik, meski gurun itu sendiri tidak datar –banyak gunung-gunung pasir yang terbentuk oleh sapuan angin. Ah, apa itu? Ada sedikit cekungan di bawah sana, baru saja terbentuk oleh tiupan angin ringan. Dia diapit beberapa gunung pasir, dan cekungan itu seperti sedang tersenyum. Dia tersenyum padaku!</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Hai!” sapaku dengan sopan. “Bagaimana keadaan di bawah sana?” tanyaku dengan rasa penasaran. Kita harus tahu keadaan seseorang dengan menanyakannya bukan? Bukan dengan pendapat pribadi kita tentang mereka?</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Oh, hai. Di sini baik-baik saja, dengan beberapa teman cekungan, gunung-gunung pasir, matahari yang terik, tiupan angin, dan beberapa karavan yang kadang lewat sini untuk berteduh di balik gunung pasir. Sering kali panas di sini, ketika matahari ada di atasku. Tapi itu masih bisa kutahan, apalagi ketika kalian bertengger di antaraku dan matahari. Aku berterima kasih untuk itu,”</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Oh, betapa baiknya cekungan ini. Dia berterima kasih untuk hal yang biasa, yang sering kali tidak kami sadari telah melakukannya.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Bagaimana keadaan di atas sana?” tanyanya, juga dengan rasa penasaran.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Oh, di sini juga ada matahari dan angin, sama sepertimu. Yang sedikit menenangkan hanyalah aku bisa menempuh perjalanan melewati beberapa tempat,” sepertinya aku agak kasar dengan memamerkan kelebihan kami ini padanya. Hal yang tentu saja tak bisa mereka alami.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Tapi cekungan muda itu baik. Ia tetap tersenyum –mungkin kalau aku melihatnya dari sisi yang lain, ia akan terlihat sedang cemberut seperti seorang wanita yang menekuk wajahnya ketika sang kekasih lupa akan hari ulang tahunnya. Tapi memang begitu bukan, pilihan sudut pandang membuat kita sering kali melihat sesuatu dari tempat kita memandang, bukan dari cara sesuatu itu bekerja?</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Kami meneruskan obrolan ringan tentang matahari, siang yang terik karena sinarnya, dan aku menceritakan bagaimana hidup di Mediterania, dimana udara di sana sangat sejuk dan bersahabat. Ia begitu menyimak cerita-ceritaku tentang tempat-tempat yang pernah kukunjungi –Ia belum pernah ke sana.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Ceritamu begitu menarik, awan. Bagiku, hidup sangat singkat. Ketika angin berbalik arah nanti, aku akan hilang tanpa pernah tahu dunia yang lain,” dia sedikit meratapi takdirnya. Aku ikut bersedih untuk kesedihannya.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Hidupku juga singkat, kataku. Segera ketika angin kencang berhembus, aku akan berjalan ke selatan, ke Afrika tengah tempat gunung-gunung dan pepohonan untuk berubah menjadi hujan,” kataku sedikit berusaha menenangkannya.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Kau tahu, awan, di gurun yang luas ini kami menganggap hujan adalah surga?”</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Waw, aku tak pernah tahu aku bisa dianggap begitu indahnya.”</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Aku pernah mendengar beberapa cekungan tua bercerita bahwa setelah hujan, kami akan dipenuhi oleh bunga-bunga dan rerumputan. Tapi aku belum pernah melihatnya langsung, karena di gurun ini hujan sangat jarang terjadi.”</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Ah, aku sangat senang dengan cerita cekungan. Betapa indahnya bahwa ia, mereka, sangat mengagumi kami. Dan melihatnya menceritakan tentang bunga-bunga dan rerumputan, yang kata teman-temanku sangat indah –mereka mendengar cerita tentang bunga yang indah itu dari angin dan orang-orang tua kami, aku sedikit merenung.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Aku bisa saja melihat bunga-bunga dan rerumputan di Afrika tengah seperti yang selama ini diimpikan oleh awan-awan muda sepertiku. Tapi itu akan terlihat sangat egois bagiku, dimana aku bisa menjadi bunga dan rerumputan itu di sini.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Kalau kau mau, aku akan menjadi hujan untukmu,” kataku dengan bulat dan penuh senyum.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Tapi kau akan mati untuk itu,”</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">“Aku takkan pernah mati untuk itu. Aku akan menjadi bunga dan rerumputan di bawah sana, di sampingmu. Lagipula, aku penasaran dengan surga yang kau bicarakan tadi.”</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Ah, ya, aku belum pernah tahu bagaimana rasanya menjadi hujan. Dan, kuakui aku sedikit kesulitan dan kesakitan di awal. Ya, seperti kalian manusia meninggal, sakit rasanya merasakan bahwa kaki kita tiba-tiba tak lagi bisa digerakkan, seperti hilang. Terus dan terus, menjalar ke sekujur tubuh. Tapi seperti halnya manusia juga, ketika mereka sekarat, mereka melihat surga di matanya. Aku melihat bagaimana cekungan dan angin menari-nari ketika titik-titik hujan dari tubuh mungilku menyapu wajah mereka. Dan, ah bagaimana harus kujelaskan padamu, tentang pelangi yang tiba-tiba saja muncul dari balik gerimis tipis yang kuturunkan. Harus kuakui, aku melihat surga!</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Ini adalah cerita yang tak pernah kutahui semenjak aku tidak lagi menjadi awan. Aku telah memenuhi cekungan gurun yang ramah itu dengan tubuhku –dengan cintaku! Sekarang aku adalah gurun itu sendiri, aku adalah embun yang terkandung dalam angin sepoi yang berhembus di gurun, dan aku adalah bunga-bunga dan rerumputan yang tumbuh keesokan harinya di cekungan gurun ini.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Dan keesokan harinya, keajaiban yang tak pernah terpikir oleh kami terjadi. Sekumpulan awan teman-temanku dulu, yang bermain kejar-kejaran di atas Laut Mediterania melihat cekungan gurun ini. Mereka melihatku –dengan wujud bunga dan rerumputan, melihat gunung-gunung pasir yang meninggi dan merasa bahwa mereka telah menemukan Afrika tengah yang diimpi-impikan. Maka mereka berbondong-bondong turun, dan menjadi hujan.</p> <p style="text-indent: 0.38in; margin-bottom: 0in;" align="justify">Surga telah turun lagi di tengah Sahara yang terik. Oase yang melegakan telah terbentuk di cekungan gurun nan ramah.</p><ul style="text-align: right;"><li>diikutsertakan di <a href="http://ceritaeka.com/2010/08/20/kuis-agustus-di-ceritaeka/">cerita eka agustus</a><br /></li></ul>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-6274266949688861662010-07-02T13:48:00.004+07:002010-08-28T22:06:17.725+07:00Dalam Kata-kataSeperti pohon, cinta mungkin hanya selembar daun, setetes dua getah, sebatang ranting, seutas akar, atau mungkin setumpuk jerami usang. Dia menyokong hidup si pohon, tapi bukan berarti satu-satunya yang penting.<br /><br />Kita jatuh cinta. Begitu saja. Seolah narasi cerita sedang terpusat pada kita berdua. Lalu seperti penulis yang mabuk dengan cerita yang ditulisnya, kita mengurai kata demi kata di barisan kisah cinta. Tapi kita tetap memberi spasi bagi tiap kata, sadar bahwa kedekatan hati dalam wujud tulisan dan cerita utuh lebih penting dari sekedar kedekatan fisik dalam kata-kata.<br /><br />Lalu cerita kita terasa indah, tapi narasinya semakin sukar diterka. Melambung antara mentari dan hujan, kita melukis pelangi. Menari antara nada dan suara, kita mencipta melodi. Menyempil antara tangis dan tawa, kita menikmati kebersamaan.<br /><br />Dan?<br /><br />Dan lalu sampailah kita pada kejenuhan. Bukan, bukan karena kita saling bosan. Hanya saja, seperti yang kuibaratkan cinta pada pohon. Suatu saat kita merasa kata-kata kita tak lagi ceria dan bermakna. Hanya coretan-coretan. Tapi itu mungkin yang diperlukan, agar suatu saat kita bisa mengenangnya dengan kata-kata yang lebih beralur. Atau mungkin rasa kita tak lagi dapat diterka dari kata-kata, hingga kita melihat satu sama lain tak lagi memesona?bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-10968919025090360452010-05-01T13:05:00.008+07:002010-08-28T22:06:50.243+07:00when a smile feels like spell<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUdfuF1Kes-QaTth_S2MWkLJWlr94GpTol3OchyphenhyphenWRrAVVYf1ncB9ZVFHczDKSGYdoaVUE0GpOwZQ9SOiawkxfpeczpFRcBu8LiwgG4osCehr-LOYfmkIqq2A18kF4x1bjNB6Ew6FDT5Kw/s1600-h/Calista2.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 313px; display: block; height: 400px; cursor: pointer;" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5363092112805619122" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUdfuF1Kes-QaTth_S2MWkLJWlr94GpTol3OchyphenhyphenWRrAVVYf1ncB9ZVFHczDKSGYdoaVUE0GpOwZQ9SOiawkxfpeczpFRcBu8LiwgG4osCehr-LOYfmkIqq2A18kF4x1bjNB6Ew6FDT5Kw/s400/Calista2.jpg" border="0" /></a><br /><br /><br />This, is the moment when a smile cast me a spell..<br />And it lift me up from my own hell,<br />Unrestrained me from the jail..<br /><br />Believe me, it's mystifying!<br /><ul><li>sketch and words, by <a href="http://www.sketsa-cerita.blogspot.com/">me</a>.<br /></li></ul>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-87491476939690302532010-04-16T17:17:00.006+07:002010-04-21T10:21:01.325+07:00Kegilaan WarasKata orang, iri hati, dendam, dan rencana busuk selalu punya hubungan baik. Mereka seperti kakak beradik, seperti sahabat karib. Dan seperti hubungan yang intim itu, jika satu saja terlukai, maka yang lain akan membalaskan untuk lainnya.<br /><br /><blockquote>Dan apakah kebenaran sejati itu bergantung pada kesungguhan atau banyaknya pendukung? Apakah status waras dan gila juga ditentukan oleh 'kata orang lain'?</blockquote><br />Azrilbie, seorang penyihir kepercayaan Sulbamby, seorang raja yang terkenal akan kebijakannya di mata rakyat, kini harus menanggung beban dendam tak terperikan pada sang raja. Dendam kesumat yang mungkin tak sanggup ditanggung sebuah gunung; seperti halnya tanggung jawab atas dunia yang telah manusia ambil di awal penciptaannya, hal yang tak sanggup ditanggung sebuah gunung hingga gunung itu hancur berkeping-keping –tapi manusia sepertinya punya kesombongan yang teramat besar telah berani menerima tanggung jawab atas dunia itu.<br /><br />Sulbamby telah memperingatkan Azrilbie untuk membatasi penggunaan kekuatannya itu, agar ia tidak membuat kekisruhan dengan mengadu domba penyihir-penyihir lain di kerajaan Dercidia. Sulbamby tahu keahlian lain yang sangat diandalkan Azrilbie : kepercayaan dirinya atas kekuatan sihir dan kemampuannya memutar balik keadaan untuk mencapai hal yang diinginkannya.<br /><br />Keputusan Sulbamby untuk lebih memercayai Smulyndra akhir-akhir ini membuat Azrilbie merasa tersingkirkan. Dan dari sekian banyak bentuk siksaan bagi orang yang memunyai cinta berlimpah, adalah tersingkirkan dan tak dianggap keberadaannya, bukan?<br /><br />Tidak ada negeri lain yang lebih Azrilbie cintai dari Dercidia. Ia dilahirkan di daerah Brandia, suku Dercidia yang terkenal akan binatang-binatang besar berkulit tebal dan sangat ditakuti amukannya : konon, di negeri nun jauh di timur sana, di mana hujan dapat berlangsung begitu lama hingga banjir dan air bah menenggelamkan istana-istana megah, dan lalu berganti musim kering hingga hampir seluruh danau tempat orang timur itu hanya berisi debu, hewan itu disebut gajah. Meskipun Brandia tak punya sejarah hebat atas kejayaan Dercidia, tapi menjadi salah satu orang kepercayaan Sulbamby tentu memberi sejarah sendiri atas Brandia.<br /><br />Ketika kita mencintai sesuatu hingga terlalu berlimpah, sampai kita tak tahu lagi batas-batas kasih dan benci, penisbian sesederhana apapun bisa membuat kita membenci dan mendendam.<br /><br />Dendam merenggut waktu dari kita. Mungkin kau tak percaya kawan, tapi cobalah lihat orang-orang yang hidupnya mendendam, bahwa hatinya dipenuhi dengan kabut-kabuttebal, hingga keriput-keriput menggantung di dahinya, kantung-kantung hitam mengelilingi matanya. Seolah Azrilbie hidup dengan akselerasi waktu beberapa kali lebih cepat ketimbang umurnya.<br /><br />Tidak ada yang akan menyangka umurnya barulah kepala empat, jauh lebih muda ketimbang Sulbamby, sang raja. Perawakannya yang kecil –khas penyihir, dan tubuh yang kian membungkuk selaras dengan keriput-keriputnya membuat ia terlihat berumur tujuh atau delapan puluhan. Mungkin tubuhnya kian membungkuk menahan beban dendam yang semakin menggunung.<br /><br />Tapi untuk pengalaman hidup sebagai penyihir, Azrilbie punya segudang, dan sangat sedikit penyihir lain di Dercidia yang mampu menandinginya. Tidak juga Smulyndra, sebenarnya. Penyihir perempuan muda adik seperguruannya itu, yang kini semakin tenar kemampuannya. Azrilbie punya lebih dari cukup kemampuan untuk menghabisi Smulyndra jika mereka berhadapan secara frontal. Tapi ia tak mau mengotori tangannya begitu saja. Masih banyak cara yang lebih akan membuatnya tersohor dan mampu menunjukkan kelasnya sebagai penyihir wahid di Dercidia.<br /><br />Hal yang semakin membuat Azrilbie membenci Smulyndra mungkin adalah kemampuan Smulyndra untuk mengetahui rencana-rencananya lebih detil, dan kedekatannya dengan sang raja mampu menggagalkan beberapa rencana Azrilbie yang telah disusunnya serapi mungkin.<br /><br />Dan yang membuat Azrilbie harus lebih elegan dalam menghabisi Smulyndra adalah ketidakinginannya sendiri untuk dikenang sebagai penyihir hitam –bagaimanapun, mengakhiri hidup dengan kutukan-kutukan adalah hal yang tidak ingin ia pilih.<br /><br />Waktu mungkin menyembuhkan luka, tapi tidak dengan dendam. Ia justru hanya akan membuat dendam semakin berkesumat, membesar seperti tumor. Dan mungkin bagi beberapa orang yang mendendam, bergulirnya waktu memberi mereka kesempatan untuk meyusun rencana-rencana pembalasan dendam, member mereka keberanian melakukan hal-hal di luar kewajaran yang seharusnya bisa mereka lakukan.<br /><br />Melawat ke negeri-negeri timur yang jauh, menjalin kerja sama dengan raja-raja mereka yang penuh dengan keserakahan –dan memanfaatkan mereka untuk mencari bunga-bunga langka yang beracun, yang mungkin hanya tumbuh di gunung yang letaknya di atas awan; atau membunuhi hewan-hewan ganas hanya untuk diambil darah otaknya; untuk membuat ramuan paling berbahaya di dunia mungkin adalah hal terkeji dan tergila yang pernah dilakukannya. Ia mengorbankan banyak prajurit negeri-negeri timur itu, setelah berhasil mengelabuhi raja-raja bodoh dan serakahnya, atau mengancam mereka dengan kutukan-kutukan hitam penyihir.<br /><br />Belasan tahun ia relakan untuk ramuan itu : ramuan gila! Ya, ramuan yang akan membuat siapapun yang meminumnya menjadi gila. Dan ramuan itu, bukan hanya akan ia minumkan pada Sulbamby ataupun Smulyndra –mereka mungkin justru tak akan meminum ramuan itu karena mereka tahu apa yang disodorkan Azrilbie pasti bukan hal yang baik.<br /><br />Ia punya rencana yang lain.<br /><br /> ***<br /><br />Azrilbie adalah sahabat karib yang hebat. Seorang penyihir yang sejak muda dulu selalu dipuji banyak penyihir senior Dercidia. Sulbamby sebenarnya tak pernah ingin menyingkirkannya, mengingat kemampuan sahabatnya ini sebenarnya lebih dari cukup untuk menunjang perbaikan di Dercidia. Tapi ambisi yang ada di matanyalah yang membuat Sulbamby memutuskan untuk mengurangi kepercayaannya pada Azrilbie. Lagi pula, kemunculan Smulyndra dengan kecerdasannya, semakin membuat Sulbamby berani mengurangi ketergantungannya pada Azrilbie.<br /><br />Laporan-laporan beberapa pembesar lain tentang ketidakberesan Azrilbie sempat membuatnya bimbang. Tapi rakyatnya lebih penting ketimbang persahabatan gombal masa mudanya. Dia seorang raja, yang sudah sepatutnya mengutamakan rakyatnya bukan? Tapi ia tak pernah menyadari satu hal yang sangat berbahaya : dendam orang yang mencinta jauh lebih besar ketimbang dendam orang yang membenci!<br /><br />Rakyat Dercidia minum dari danau-danau bertuah. Beberapa danau, bertuah untuk prajurit-prajurit, yang akan memberi mereka kekuatan dan keberanian lebih dalam menghadapi lawan di medan perang. Beberapa danau bertuah memberikan ketegaran pada istri-istri, agar mereka punya kerelaan melepas suami-suami mereka berperang. Beberapa lainnya punya tuah untuk anak-anak kecil Dercidia, memberi mereka imajinasi-imajinasi agar kelak mereka mampu menjadi orang-orang hebat Dercidia. Beberapa danau justru sudah ditinggalkan, karena tuah-tuahnya sekarang tidak terasa dan cenderung membodohkan.<br /><br />Danau-danau yang makin diminati adalah danau-danau yang memberi rakyat tuah pengetahuan. Azrilbie ikut berperan membuat salah satu dari danau itu. Danau Onoe.<br /><br />Sebagai salah satu orang yang berperan membuat danau itu, Azrilbie punya kuasa yang sangat besar atas Danau Onoe. Dan ramuan itu, akan dengan mudah ia cemarkan ke Danau Onoe itu. Dan juga beberapa danau lain, meski ia harus sangat berhati-hati dalam mencemarkannya. Berita buruknya adalah, ramuan itu telah ia campurkan pula pada minuman para anggota dewan kerajaan.<br /><br />Singkat cerita, Danau Onoe telah ia cemari dengan ramuan gila itu. Dan tidak butuh waktu lama bagi Azrilbie untuk memanen hasilnya : keesokan harinya, banyak sekali warga Dercidia yang tiba-tiba menjadi gila. Begitu juga anggota-anggota dewan kerajaan, meskipun Sulbamby dan Smulyndra serta beberapa pembesar lain belum meminum air itu. Mungkin mereka justru tidak akan meminum air itu.<br /><br />Tapi minum tidaknya Sulbamby, Smulyndra, dan pembesar-pembesar loyal itu tidak menjadi masalah buat Azrilbie. Perhitungannya telah sangat matang, dan itu justru akan membuat orang-orang itu meminta ramuannya langsung pada Azrilbie –ia yakin, mereka justru telah tahu bahwa penyebar wabah kegilaan itu adalah dirinya.<br /><br />Sulbamby tahu, permainannya melawan Azrilbie sedang tidak memihak padanya. Sebagian besar rakyatnya telah menjadi gila, dan mereka yang waras sudah tidak mampu lagi menilai kewarasannya sendiri, sampai-sampai mereka merasa mereka juga telah menjadi gila.<br /><br />Ketakutan akan kegilaan telah membuat mereka menjadi gila dengan sendirinya. Bukankah ketakutan akan sesuatu justru bisa membuat hal buruk terjadi begitu saja, karena tidak ada lagi keberanian kita untuk menghadapi ketakutan akan hal itu?<br /><br />Sulbamby hendak memutuskan untuk menutup Danau Onoe, tapi itu pasti keputusan yang akan membuat ia dianggap gila, karena Danau Onoe punya tuah pengetahuan. Seorang raja yang melarang rakyatnya menengguk air pengetahuan pastilah raja yang bodoh atau gila, bukan?<br /><br />Kini Sulbamby dan Smulyndra dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka adalah orang-orang waras di tengah rakyat yang sudah menjadi gila. Dan kewarasan mereka justru membuat mereka dianggap gila.<br /><br />Mungkin satu-satunya cara agar mereka kembali waras di hadapan rakyatnya adalah dengan meminum air dari Danau Onoe, yang akan membuat mereka menjadi gila. Kegilaan akan membuat mereka dianggap waras.<br /><br /><blockquote>Mungkin, suatu saat kita menjadi gila di tengah-tengah orang waras, atau justru menjadi waras di tengah-tengah orang gila tapi tetap dianggap gila. Mungkin juga kita tidak tahu tingkat kewaras-gilaan kita, karena kita hidup di tengah-tengah orang gila.</blockquote><br /><br /># Seorang pembicara terkenal diundang oleh komunitas <i>nude</i>. Ia bimbang, apakah akan memberi ceramah dengan memakai baju lengkap dan resmi, atau mengikuti tren komunitas itu dan memberi ceramah dengan telanjang. Akhirnya ia memutuskan untuk melakukan yang ke dua, dan betapa terkejutnya ia, ketika ia tampil tanpa busana di depan komunitas telanjang itu, ia mendapati hanya ia yang telanjang, karena komunitas itu telah memilih memakai pakaian lengkap dan resmi untuk menghormati si pembicara.<br /><br /># Untuk raja, yang sepertinya masih waras, di tengah rakyatnya yang sepertinya semakin gila.<br /><br /># Untuk penyihir jahat, yang merasa menang atas penggilaannya pada rakyat : Kau tak bisa mengklaim kemenanganmu, kecuali kau ikut menjadi gila!bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-19628590178605009392010-01-05T23:06:00.002+07:002010-01-07T00:32:01.366+07:00Badai Matahari Aesop<b>Aesop</b><br /><br />Aku, yang terbiasa hidup di belahan bumi tropis dengan panas yang menyengat tentu mulai tak tahan dengan dingin es. Gigiku, yang biasanya selalu ngilu ketika meminum air es, kini harus menghadapi dingin salju. Minus enam derajat di daratan Eropa ini, di musim dingin pertamaku. Air panas yang baru kutuang dari teko pun sampai tak terasa panasnya ketika kuseruput. Nafasku menderu, dengan uap putih yang bisa dilihat mata telanjang. Ini hanya terjadi ketika musim penghujan yang dingin di bumiku nun jauh di sana, di pagi buta sehabis fajar.<br /><br />Delapan ratus meter menuju blok rumahku, dengan salju setebal lima sentimeter teronggok di tepi-tepi jalan. Aku merapatkan mantel musim dinginku. Televisi-televisi di etalase-etalase toko itu tiba-tiba mewartakan kemungkinan badai dalam waktu dekat. Delapan menit. Aku harus sudah sampai di rumah sebelum badai itu benar-benar datang. Aku berharap badai itu tak jadi melanda kota kecil ini.<br /><br />Tapi terkadang Tuhan tak benar-benar mengabulkan semua permintaanmu bukan? Meskipun kau berbuat baik sebanyak apapun, Dia selalu akan mengujimu. Dan kau pikir, sebesar apa imanmu kalau sampai kau tak mau diuji, sedangkan rasul-rasul dan nabi-nabi saja mengalami hal-hal yang lebih berat?<br /><br />Badai itu datang juga. Lima menit lebih cepat dari perkiraan. Seperti yang digambarkan di televisi-televisi dulu, ketika aku masih hidup di belahan bumi tropis itu, badai tak pernah sopan maupun rapi. Awalnya kukira aku bisa melawan arus badai ini. tapi kupikir, lebih baik aku menyingkir dari jalanan; menepi, dan lalu mampir ke sebuah toko kopi. Kebetulan aku sedang ingin bekerja sampai agak larut, dan secangkir kopi itu pasti mampu mengurangi kantukku.<br /><br /><b>Badai</b><br /><br />Siapa yang pernah meminta untuk apa ia ditakdirkan ada? Babi mungkin akan memilih menjadi sapi sebelum ia dilahirkan; agar ia disukai daging dan susunya, tanpa kontroversi yang menempel di tiap gigitannya. Juga tak perlu berkotor-kotor. Sapi juga dipuja oleh sebagian agama. Tapi babi tetaplah babi, dan sapi tetaplah sapi. Dan badai, dengan semua perangai yang melekat padaku.<br /><br />Wanita muda itu begitu menarik perhatianku. Dia kedinginan karena salju yang mulai menebal.<br /><br />Tidak semua yang jahat selalu berniat jahat. Kadang mereka hanya jahat dalam satu sisi, mungkin beberapa bahkan hanya sekali, dan baik di sepanjang waktunya, tapi tetap dicap sebahai si jahat. Si jahat juga mungkin bisa jatuh cinta. Begitulah badai, aku, jatuh cinta pada wanita muda itu. Aesop namanya. Dan ia sedang kedinginan.<br /><br />Sikap tidak pernah selamanya hanya dipengaruhi perangai. Aku tetap bisa mencinta. Hanya saja, ketika cara dan usahamu tak tepat, kasihmu akan terasa seperti pecut. Aku hanya ingin ia merasa lebih baik dan tidak kedinginan. Salju itu sepertinya tak terlalu tebal. Dan aku merasa aku bisa menyapunya dengan sekali dua tiupan. Mungkin ketika salju itu sudah kutiup, wanita muda bernama Aesop itu akan merasa lebih baik -belakangan aku tahu kalau ia terbiasa hidup di belahan bumi tropis. Dan kupikir ia bisa melepaskan mantel bulunya yang berat itu. Tubuhnya yang indah tak perlu lagi ditutupi dengan mantel bulu.<br /><br />Tapi ia memilih mengeratkan mantelnya ketika ia kusapa dengan kasihku. Tiupan ringanku untuk menyapu salju rupanya justru membuat Aesop semakin kedinginan. Beberapa kali salju yang terlempar kutiup itu justru menerpanya.<br /><br /><b>Matahari</b><br /><br />Sahabatku, badai, kutahui jatuh cinta pada wanita muda rupawan itu. Sebagai sahabatnya, aku pun harus menghormati perasaannya, meskipun wanita muda itu benar-benar memikatku juga. Maka aku memilih menutup diri di balik mendung. Membiarkan badai menyapa pujaan hatinya.<br /><br />Tapi badai mundur. Kasihnya ditolak dengan telaknya. Sungguh tak berperasaannya wanita muda itu pikirku.<br /><br /><b>Aesop</b><br /><br />Aku benci badai. Aku memilih mencintai matahari, karena ia tak pernah memaksaku melepaskan mantel bulu tebal ini. Badai, dengan kasihnya yang membabi buta, hanya berpikir dari satu arah : membahagiakanku dengan caranya, tanpa pernah ingin tahu mauku. Matahari mencurahkan kasihnya dengan lembut, mencairkan salju-salju dengan kehangatannya, bukan dengan tiupan-tiupan pengusiran badai.<br /><br />Terkadang, bujukan jauh lebih kuat daripada paksaan paling berkuasa sekalipun.<br /><br /><b>Matahari</b><br /><br />Aku terkejut ketika ia, wanita muda berparas rupawan itu, memilih mencintaiku. Pepatah manusia memang benar; 'cinta tak pernah punya kualifikasi tertentu'. Tapi seperti air, semakin kau menggenggamnya, semakin cepat pula air itu habis dari genggamanmu. Semakin kau renggangkan ciduk tanganmu, semakin cepat pula air itu bocor. Dan aku harus tetap menjaga kehangatanku agar tidak bersinar terlalu terik, atau wanita muda itu akan memilih awan sebagai cintanya; karena awanlah yang akan memayunginya nanti dari sengat terikku.<br /><br /><blockquote>Manusia tetaplah manusia. Setinggi apapun imajinasi mereka dengan tulisan, gambar, lukisan, sketsa-sketsa, dan media lainnya, mereka akan tetap mendeskripsikan tentang manusia. Karena yang hanya mereka tahu dan paling mereka tak pernah tahu adalah tentang diri mereka sendiri.</blockquote><br /><br />Literatur : Aesop, Fabelis Yunani.bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-34088382370293184002009-09-16T16:28:00.001+07:002010-04-16T17:59:36.402+07:00Rebahan Hati<div class="fullpost">blablabla...<br />ba bi bu..<br />nye nye nye..<br /><br />Saya rasa, dengan lebaran ini semua orang sudah mengikhlaskan kesalahan satu sama lain.<br /><br />Jabat tangan;<br />Temu pandang;<br />Silang kata; dan<br />Pelukan hangat;<br />bukan lagi menjadi keharusan; melainkan hanya <em>formalisasi ekspresi</em>.<br /><br />Teruntuk :<br />teman,<br />sahabat,<br />saudara,<br />handai taulan,<br />pacar,<br />gebetan,<br />mantan pacar,<br />saingan,<br />atasan,<br />bawahan,<br />guru,<br />murid,<br />rekan sekalian;<br />yang tak sempat dan atau tak mungkin ditemui, mari saling memaafkan, tanpa perlu permohonan resmi.<br /><br /></div> Ini masalah hati.. <div class="fullpost"><br /><br />-Seulas senyum saya yang paliiiiiiiiiing manis buat kalian-</div>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-46716068475518617192009-08-19T09:56:00.008+07:002009-08-20T09:06:18.430+07:00Selisik HatiMenyelisik hatimu.<br />Adalah aku di sana.<br />Di ujung sepi, berpendar senoktah.<br />Dalam resah, dalam ragu.<br />Bilakah kamu memijar, tanyamu.<br /><br />Menyelisik hatiku.<br />Adalah kamu di sana.<br />Di pusat hati, terangkai mimpi.<br />Dalam rindu, dalam bisu.<br />Bolehkah kamu kuandaikan, benakku.<br /><br />Dalam temaram hatiku, hatimu.<br />Untuk <span style="font-style: italic;">diam</span>, yang diam-diam kau idam-idamkan puisinya.bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-35025910655495539852009-07-30T09:58:00.005+07:002009-07-30T10:50:29.056+07:00Segitiga Kata-kata<div style="text-align: justify;"><span style="font-family:georgia;">-sambil melipat secarik puisi-</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;"> Untuk apa sastra, dengan buah-buah kata-kata indah, sajak-sajak berima, dan majas-majas tegas itu kau sembahkan untukku?</span><br /><span style="font-family:georgia;"> Toh itu tak mengenyangkanku, hanya membuat berangan-angan tentang kegombalanmu!</span><br /><span style="font-family:georgia;"></span><blockquote><span style="font-family:georgia;">-dyra-</span></blockquote><span style="font-family:georgia;">Tanyakan saja pada dirimu sendiri, untuk apa agama itu, dengan dalil-dalil nasykil, hadist-hadist filosofis, dan wahyu-wahyu Tuhanmu itu diturunkan?</span><br /><span style="font-family:georgia;"> Toh itu tak mengenyangkan kita, hanya membuat berangan-angan tentang surga-Nya!</span><br /><span style="font-family:georgia;"><blockquote>-sastrawan gombal-</blockquote></span><span style="font-family:georgia;">Aku benci semua filosofi bodohmu, tapi aku suka caramu mengungkapnya.</span><br /><span style="font-family:georgia;"></span><blockquote><span style="font-family:georgia;">-pecinta ironi-</span></blockquote></div>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-1247511513593854862009-07-28T14:39:00.003+07:002010-04-16T18:02:16.151+07:00Bedtime Story<div style="text-align: justify;"><span style="font-family:georgia;">Aku ingat ketika dulu, ayahku membacakan cerita-cerita dan dongeng-dongeng aneh tiap malam, saat kami hendak tidur.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Tentang Centaur, yang ayah ceritakan dengan penuh takzim karena keperkasaannya, kerendahhatiannya, dan kepahlawanannya. Tentang Nabi-nabi, dengan segala mukjizat, kesabaran, kecerdasan, dan keimanannya yang diceritakan dengan doa-doa oleh ayah. Atau tentang Gajahmada, Ken Arok - Ken Dedes, Upasara Wulung -yang kujamin sangat sedikit yang tahu tentang dia, Werkudara dan tokoh pewayangan lainnya yang diceritakan ayah dengan runut. Belum lagi ketika beliau mengisahkan Sudirman, Diponegoro, Sukarno, Tjoet Njak Dhien, Natsir, </span><span style="font-weight: bold;font-family:georgia;" >kakek, dan kakek buyut</span><span style="font-family:georgia;"> : dengan mata menyala-nyala, semangat berkobar-kobar, dan tangan yang berulang kali mengepal. Dan yang seringkali-meski paling jarang ayah ceritakan- membuatku takzim dengan kesantunan, keironisan, metafora, dan majas-majas indah : tentang Chairil Anwar, Buya Hamka, Shakespeare.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Tapi tak pernah ayahku menceriterakan kepahlawanan yang seperti hari itu. Yang dikobarkan dengan doa-doa ketuhanan, keimanan, dan kenegaraan, tapi dipenuhi dengan kebencian dan kengerian : sebuah ledakan tak seberapa, tak lebih hebat dari bunyi petasan cengisan seharga seratus perak yang tiap bulan puasa kami nyalakan.</span><br /><br /> <blockquote style="font-family:georgia;">Aku, adalah seorang pahlawan.<br /> Yang memerangi kejahatan : maka aku membunuh semua penjahat, para orang jahat.<br /> Yang memerangi kemiskinan : dan kubinasakan semua orang miskin.<br /> Yang memerangi kebiadaban : dengan menghabisi orang-orang biadab secara keji.<br /> Yang memerangi kekafiran : lalu membunuh pafa kafir, seperti seorang iblis.<br /> Yang memerangi kebodohan : menjadi malaikat maut - membunuh semua orang bodoh, <span style="font-weight: bold;">termasuk dirinya sendiri</span>.</blockquote><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Ode, untuk mereka yang menyebut dirinya pahlawan : dengan menghancurkan ekonomi bangsa, membungihanguskan harga diri negeri.</span><br /></div>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-46754850700326845532009-07-21T17:14:00.005+07:002009-07-21T17:39:46.062+07:00Bayanganku : Tuhan dan Hantu<div style="text-align: justify;">Tuhan dan Hantu.<br />Mereka membayang.<br />Mana yang Tuhan, mana yang Hantu?<br />Hantu-kah Tuhanku, atau Tuhan-kah Hantuku?<br /><br />Ketika apa yang menghantuiku lama-lama menjadi Tuhan dalam otakku, masuk ke tiap sel-sel bahkan tiap-tiap bagian terkecil darinya.<br />Benarkah yang kulakukan kalau begitu?<br />Nah, lalu apa patokan kebenarannya?<br /><br />Dan ketika Tuhanku sendiri menghantuiku, menjadi pijakan tiap keputusanku : apakah itu juga benar?<br />Karena acap kali, aku memijak-Nya secara denotatif : menjadikan Dia pembenaran atas perbuatanku.<br />Bukankah pembenaran belum tentu turunan langsung dari kebenaran?<br /><br />Merdekalah.<br />Toh Tuhan memberi kita akal bukan?<br />Dia menyuruh kita berpikir.<br />Bukan selalu meminta keputusan-Nya.<br />Dia meminta kita mandiri, kawan!<br />Yang Dia minta bukan kita meminta keputusannya : melainkan restu-Nya.<br /><blockquote>Merdekalah, dan Tuhan takkan hanya jadi <b><big>bayanganmu...<br /></big></b></blockquote>:: Dapat tantangan menulis tentang bayangan dari <a href="http://www.akubunda.wordpress.com/" target="_blank" title="Nda Aiu">diajeng satu ini</a>. Mohon maaf agak melenceng.<br />:: Kadang, di antara dua pilihan atau lebih kita sering meragu. Kalau Tuhan maha tahu yang terbaik untuk kita, itu pasti. Selain karena Dia Yang Maha menentukan, juga karena Dia memberi kita petunjuk yang sering kita abaikan : Akal-otak dan Budi-hati.</div>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-90893889892956180262009-07-11T17:11:00.010+07:002009-07-21T17:42:38.311+07:00Painting On You<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjRGXcrt0RBSOC3ZZTwngd9r4981CgkAxDGejBFW-0ShXtuDX_9yMlijxmJqb2UwxvH_ZWqOwGHffmtXoWRLHO6WX-Y-NDFGM2_UEp0OCCXUzfXzDtbZ1DVcIF9w-WKEFQDMqHbxqGWPA/s1600-h/_MG_4967.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 259px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjRGXcrt0RBSOC3ZZTwngd9r4981CgkAxDGejBFW-0ShXtuDX_9yMlijxmJqb2UwxvH_ZWqOwGHffmtXoWRLHO6WX-Y-NDFGM2_UEp0OCCXUzfXzDtbZ1DVcIF9w-WKEFQDMqHbxqGWPA/s400/_MG_4967.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5357155875276829042" border="0" /></a><br /><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Hey, I'm painting on you dear. So please, stay still. And stop dancing there, right on </span><span style="font-weight: bold;font-family:georgia;" >my mind</span><span style="font-family:georgia;">..</span>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com16tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-13912825086626171622009-07-01T22:42:00.004+07:002009-07-21T17:44:10.046+07:00Sejajar<div style="text-align: justify;">Mereka memberikan sebuah istilah khusus untuk kita. Dua garis yang berdampingan, teratur, bergerak seirama, dan berjarak konstan : Sejajar.<br /><br />Kamu ingat sifat dua buah garis sejajar? Kedua garis itu takkan bertemu di ujung dan pangkalnya, meski di titik tak hingga!<br /><br />Kalau ada sebuah masalah -garis lurus yang memotong kedua garis sejajar, maka sudut-sudut berseberangan kita akan membentuk sudut yang sama besar. Dan kedua sudut, yang dibelah oleh garis lurus itu akan saling menggenapi seratus delapan puluh derajat. Apapun kondisinya.<br /><br />Dulu memang seperti itu. Kamu akan tertawa paling keras di tiap kemenangan-kemenanganku, dan bersedih dengan menangis terisak-isak di tiap kegagalanku.<br /><br />Tapi Tuhan, Sang Penguasa Hidup, membatasi garis-ku-dan-mu dengan sebuah garis pembatas, bernama takdir.<br /><br />Dan kamu pernah mengutuki keadaan untuk menyangkal kenyataan.<br /><br />Tiga buah garis sejajar : garisku, garis takdir, dan garismu.<br /></div><div style="font-style: italic; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><blockquote>::-> untuk pengirim sms tiba-tiba petang tadi : akuilah sahabat, kita itu garis sejajar, bukan segitiga yang dipertemukan oleh garis takdir!</blockquote></span></div>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-17481292133897959442009-05-27T21:03:00.002+07:002009-05-27T21:08:41.096+07:00Tentang Ketika, yang Baru Dapat Kuartikan Kini<div style="text-align: justify;">Kini aku meletakkan kamu di batas antara cinta dan benciku. Tipis, setipis mereka bilang. Tipis, semungil tubuhmu, R.<br /><br /><br />Aku mencintaimu dengan tidak kuanalogikan. Bukan seperti puisi chairil, gibran, dan maestro-maestro iblis sastra itu. Aku pernah mencintaimu apa adanya. Tidak harus kuanalogikan, dan memang tak bisa kuanalogikan seandainya pun kamu memintanya. Tapi kamu pun tak pernah memintanya. Dan kita tak pernah membahasnya. Cukuplah kita saling tahu, bahwa kita saling mencinta.<br /><br /><br />Dan lalu aku membencimu. Untuk keputusanmu mengakhiri kita. Untuk keputusanmu menghentikan komunikasi kita. Untuk keputusasaanmu mengerti aku. Dan untuk sejuta alasan lain kalau kamu memintanya. Tapi kamu pun tak pernah memintanya. Kamu hanya mengakhirinya, dan membuatku semakin mengumpulkan jutaan alasan lainnya untuk membencimu.<br /><br /><br />Untuk menghapus nomormu dari daftar nomor teleponku. Untuk menghapus lagu-lagu kesukaanmu dari daftar lagu yang kuputar tiap harinya. Untuk melupakan kalimat-kalimat kesukaanmu. Tapi nomormu terus kuingat meski tak pernah kuingat-ingat. Lagu-lagumu tak pernah bisa kuhapus dari playlistku, karena lagu-lagu itu juga lagu kesukaanku. Dan kalimat-kalimatmu itu terus menggema di telingaku. Dan itu semakin membuatku membencimu, R.<br /><br /><br />Waktu selalu memberikan kedinamisan. Dari sangat mencinta, sangat membenci, di antara keduanya dan menjadi batas antara benci dan cinta itu sendiri, dan mungkin suatu saat nanti menjadi tidak peduli sama sekali. Hilang dari diagram kartesius perasaanku. Mungkin hari ini, mungkin besok, atau bisa saja berbulan-bulan lagi lamanya. Ketika di tempat itu, tempat batas antara benci dan cintaku itu diisi oleh orang lain. Seorang, dua orang, tiga orang, atau beberapa orang mungkin nantinya, dengan alur dan plot yang sama berulang kali sampai nanti kutemukan orang yang tepat. Atau, mungkin orang yang tepat itu juga akan kembali padamu. Aku tak pernah tahu. Biarlah waktu yang nanti memberi hasilnya.<br /><br /><br />Aku tidak akan berusaha mencintaimu lagi, membencimu lebih dalam, atau melupakanmu. Biar saja semua berlalu sealami mungkin.<br /></div><br /><br /><div style="text-align: justify;">Aku bahkan tak ingat lagi kapan pastinya kita memutuskan untuk mengakhirinya. Suatu hari di bulan mei yang penuh kemungkinan ini pastinya…Dan tempat yang menjadi batas cinta dan benciku kini sudah berganti, R. Kamu telah tahu itu. Dan kamu mendukungnya. Dan itu membuatku semakin tak mengerti dirimu…<br /></div>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com18tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-81471294152299601822009-05-13T19:34:00.003+07:002009-05-23T01:11:03.706+07:00Menghujat<div style="text-align: justify;">Kita hidup dalam paradoks yang selalu dibesar-besarkan secara hiperbolis oleh penyair-penyair laknat itu. Dalam kumparan labirin metafora. Dan para iblis-iblis sastra itu tentu lebih memilih memersonifikasikan hidupnya daripada menjalaninya dalam nyata.<br /><br />Menipu pikiran dengan alegori-alegori yang tak pernah kita mengerti. Bukankah rencana yang baik itu selalu menyiapkan rencana dalam rencana bukan?<br /><br />Tukang-tukang sihir dengan kalimat-kalimatnya yang sepertinya tak pernah habis itu pun selalu sok kuasa. Mentang-mentang mereka bisa -kalau boleh sedikit bersarkasme- meminjam sifat Tuhan barang sekejap di sekelumit cerita-ceritanya. Menipu pembaca dengan semua omong kosong sinismenya, dan baru memberi penjelasan denotatif di akhir kisahnya.<br /><br />*Atau Tuhan juga memang sebenarnya seperti itu?*<br /><br />Tidakkah yang benar itu harus kita inderakan?<br />Toh indera yang kita miliki tak selalu benar, bukan?<br /><br /><i>Or should I change my subject?</i><br /><br />*Benarkah ada kebenaran yang benar-benar memang benar?*</div>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com25tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-41664984771500755822009-05-05T14:04:00.003+07:002009-05-23T01:11:44.443+07:00Lampu Merah Imajiner<div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Di jalan lurus yang sepi, kau membuat lampu merah imajinermu.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Kau berjalan sendiri di jalan lurus, dengan vespa antik buatan negeri pizza itu.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Memandangi lembah dan bukit di ujung horison samping kiri dan kanan jalanmu.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Begitu nyamannya menikmati jalan, sampai-sampai kau takut perjalananmu itu selesai terlalu cepat.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Lalu kau membangun lampu merahmu sendiri.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Tepat di sisi kiri jalan ini, di lima meter selanjutnya, dan beberapa kali lagi.</span></span><br /><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Kau sendiri yang mengatur nyala lampu merahnya.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Sampai di lima meter terakhir, di lampu merah terakhir.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Kau tahu, ini lampu merah imajiner terakhirmu.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Kau pun berhenti.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Memandangi remot lampu imajinermu.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Jarimu terhenti tepat di atas tombol lampu hijau.</span></span><br /><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Menggantung.</span></span><br /><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Di satu sisi, kau ingin cepat sampai di tempat tujuanmu.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Di sisi lain koin pikiranmu, kau takut ketika sampai nanti, tak seindah yang kau bayangkan di perjalananmu.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Kau takut ambisimu tercapai, hanya karena takut hidupmu terhenti begitu ambisimu itu kau raih.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Kau takut, gairah hidupmu tak kan semenarik ketika kau berusaha mengejar tujuanmu..</span></span><br /><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Semua orang bebas bersikap.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Dan adalah hal yang tak pantas kalau kita hanya membenarkan sikap kita sendiri.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Kau mungkin benar, berhenti di langkah-langkah terakhirmu hanya karena tak ingin sensasinya hilang, atau mungkin takut karena rumah yang kau tuju itu sebenarnya memang sedang menunggu, tapi bukan dirimu.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Kau mungkin salah, karena hal yang kau tuju itu mungkin juga sedang menantimu melepaskan sendal jepit kesayanganmu itu, menjejakkan kakimu yang bau apek dengan segudang kapalnya di lantai berandanya.</span></span><br /><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Kini tinggal memutuskan ketakutanmu.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Takut yang mana yang akan lebih membunuhmu?</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Toh, pilihan manapun akan membunuhmu.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Cepat maupun perlahan.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Dengan segala bentuk varian pilihan Si Pembuat Hidup itu sendiri.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Atau kau masih akan berkeras hati?</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Berhenti di lampu merah imajinermu itu?</span></span><br /><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Terkadang kita membuat halangan untuk sikap kita sendiri.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Demi ketakutan kita akan keberhasilan.</span></span><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Jadi, ketakutan mana yang akan lebih membunuhmu kawan, ketakutan akan kegagalan, atau ketakutan akan keberhasilan?</span></span><br /><br /><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">*Sampai sekarang Genta lebih memilih ketakutan akan keberhasilan, dan terus membangun lampu merah imajinernya.</span></span></div>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-59492058864125534082009-01-27T21:16:00.004+07:002010-04-16T17:58:37.876+07:00Merah dan BiruBegitu lekat di otak Biru, bagaimana gadis Merah itu merekah.<br />Memamerkan pipinya yang memang merah.<br />Bagaimana dengan lugasnya si gadis Merah menentukan arah.<br />Tentang cara si gadis Merah menghalau gundah.<br />Juga menyingkirkan resah.<br />Dan justru menggantinya dengan tawa renyah.<br />Merah, Meriah, Indah.<br /><br /><blockquote>Biru, menderu.<br />Memacu diri bak peluru.<br />Hanya agar dirinya, dan hatinya tak terharu biru.<br />Memamerkan tawa baru agar tak terburu.<br />Bahwa hatinya sedang terluruh.<br />Pada gadis Merah yang dikenalnya baru.</blockquote><br /><br />Ah, Biru tak pernah berani menampilkan warna birunya di depan Merah.<br />Dia takut, Merah tak kan suka dengan Birunya.<br />Tak berani sampai sampai nanti sang Merah tercemar Birunya.<br />Biru yang tak membiru.<br /><br />Hanya justru terus menyalahkan waktu.<br />Mengapa Merah tak kunjung memberi petunjuk?<br />Biru seperti apakah gerangan yang diinginkan sang Merah?<br />Atau Si gadis Merah ini tak menghendaki biru, dan menghasratkan warna lain?<br /><br />Ah, tapi Biru akan tetap selamanya biru.<br />Tak bisanya dia menjadi Merah, untuk menyamai si gadis Merah merona itu.<br />Mungkin ia bisa saja menjadi Hijau, ketika ia bertemu kuning.<br />Namun, tentu saja, Hijau itu bukan Biru.<br /><br />Dan benarkah Merah itulah yang diinginkan Biru?<br />Bukan Kuning? Hijau? Hitam? Ataupun Putih?<br /><br />Si Biru hanya tahu satu hal :<br /><br />Ungu, dia nantinya adalah Ungu itu sendiri, meski ia adalah paduan Merah dan Biru.<br /><br />Biarlah si gadis Merah itu memerahkan diri, hingga menjadi seindah-indahnya Merah.<br />Dan Biru akan berusaha membiru, selayak-layaknya Biru untuk Merah yang indah itu.<br />Agar nanti, ketika saatnya tiba, ketika Merah itu mengatakan "iya", paduan Merah dan Biru itu kan menjadi Ungu yang paling indah.<br /><br />Tapi sampai kapan Biru akan mendengar kata "iya" itu, kalau si Biru sendiri pun tak berani menanyakannya pada si gadis Merah?bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com18tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-77245963088688677482008-11-14T18:07:00.007+07:002009-05-22T14:10:18.235+07:00an ending without any beginningAnd its ends up without any ending. coz memang gak pernah dimulai.<br /><br />Dunno. Just wont ends it up now, but also wont have the next story. Lagi asoy kayak gini.<br /><br />or am i just too scare to finished it now?<br /><br />Damn im freaking. Stuck at the same position for such a very long time.<br /><br />Pengecut lah ceritanya. Gak berani memulai. ketika baru memutuskan ingin memulai, gak berani meneruskan karena takut untuk mengakhiri nantinya. Jadinya ga jadi memulai. So?<div><div style="text-align: center;"><br /></div><div style="text-align: center;">"untuk sebuah akhir yang tak pernah memunyai awal, apakah perlu untuk kita mengucapkan kata-kata pamit?"</div><ul><li>so emotionally. *prang* mencari sim card yang terlepas dan terhempas entah kemana dari HP. tombol kiri bawah (*) lepas. Got to back to home... a real home. God...Astaghfirullah...<br /></li></ul></div>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-42063715591312128392008-10-17T20:17:00.005+07:002010-04-16T18:01:41.897+07:00Everybody's Changing<div style="text-align: justify;" class="fullpost">Ya, dalam waktu singkat, dalam hitungan liburan lebaran, banyak hal yang berubah. Setidaknya berubah menurut paradigma dan cara berpikir saya. Dalam hal ini yang saya maksud adalah lingkungan saya, bukan dari diri saya sendiri.<br /><br />Jadi, bukan saya yang mencoba meninggalkan zona nyaman, justru zona nyaman itu yang menjauh dari saya. Atau, mungkin kalau dilihat dari sudut pandang mereka, saya termasuk ke dalam zona nyaman yang dipandang perlu untuk ditinggalkan sejenak, agar mereka bisa berkembang lebih. Menuju zona cari pengalaman.<br /><br />Ya, ada zona aman, zona nyaman, dan zona cari pengalaman di lingkungan kita, kata teman saya. Zona aman, ketika kita hanya mencoba mencari "jalan selamat". Sembunyi dan menghindar dari berbagai persoalan hidup. Sebisa mungkin menjauh dari yang namanya kesulitan. Tahu yang namanya hewan undur-undur? Nah, mungkin mereka yang selalu mencari zona aman seperti binatang satu ini. Merasa terus berjalan, tapi ternyata ia sedang mundur!<br /><br />Zona nyaman, lingkungan yang membuat kita statis. Nyaman tapi diam di tempat.<br /><br />Zona cari pengalaman. Semuanya memang mungkin akan terasa sulit ketika kita mulai memasuki lingkungan seperti ini. Lingkungan yang sama sekali baru. Belajar survive dalam menghadapi tantangan. Dan saat semuanya berjalan seperti keinginan kita, zona ini cenderung akan berubah jadi zona nyaman. Ketika terlalu nikmat dengan zona nyaman, sadar maupun tidak, kita cenderung kembali menjadi undur-undur!<br /><br /></div><div style="text-align: justify;">Ada saat dimana kita yang mencoba memilih takdir kita, dan tercapai. Ada saat dimana kita mencoba memilih takdir kita, namun justru disaat yang sama, takdir yang lain yang menghampiri kita. Ada saat dimana sebuah takdir memilih kita, tapi kita terus saja mengingkari. Ada pula saat dimana takdir yang memilih kita, dan kita menyambutnya.<br /><br /></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost">Saya memakluminya. Hukum Gossen memang berlaku dalam hal ini. Seseorang akan mencapai sebuah titik kepuasan tertentu dalam setiap hal.<br /><ul><li>Masih belum punya semangat menulis lagi... </li><li><em>Three!</em> Days-Heart-Madness to forever itu ternyata sungguh membuat saya lelah. Tapi menyenangkan, kembali ke kota yang parkirnya masih 500 perak di semua tempat, kecuali alun-alunnya. Kota yang membuat saya kangen lagi sama bau ketumbar yang menyengat dari mendoan buatan ibu. Kota yang membuat saya harus menyiapkan diri untuk sebuah sidang. Hufh...</li><li>Masih diunduh dari blog di intranet kantor.</li><li>Mohon maaf lahir dan batin (<span style="font-size:85%;">Masih musim kan tanggal segini minta maaf buat sungkeman lebaran?</span>)<br /></li></ul></div>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com17tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-64985233287789301272008-08-29T23:10:00.005+07:002010-04-16T18:06:10.716+07:00Weruh sakdurunge WinarahWeruh Sakdurunge Winarah.Firasat.<br /><br />Mengetahui sebelum hal yang sebenarnya terjadi. Istilah ini pertama kali saya ketahui setelah membaca novel Senopati Pamungkas karya Arswendo Atmowiloto. Jurus andalan Mpu Raganata. Bagi yang belum tahu novelnya, silahkan mencari di <a title="indozone" target="_blank" href="http://www.indozone.net/">Indozone.net</a>.<br /><br />Sebuah ajian yang sangat hebat. Bisa mengetahui sebelum terjadi. Membeli tiket ke Amerika dan menuju Las Vegas? Hahaha, itulah yang pertama kali terlintas di pikiran saya yang <em>buthek</em> ini andai saya punya ajian satu ini.<br /><br />Teringat artikel sahabat saya tentang Firasat, saya jadi ingin mengulasnya. Tentu dengan bahasa saya sendiri, yang memang sedikit banyak dipengaruhi sahabat saya ini. Yang penting itu istikharah, kesimpulan yang ada di artikel ini. Tapi bagaimana ketika anda mendapat firasat tentang sebuah kejadian yang akan anda atau orang yang anda kenal –apalagi anda sayangi – alami?<br /><br />Firasat baik dan menyenangkan, tentunya akan membuat anda <em>sumringah</em>. Begitu juga sebaliknya ketika firasat buruk hinggap di pikiran anda. Tapi ada yang lebih buruk dari sekedar firasat buruk. Yaitu, ketika anda mengetahui anda tak kan bisa berbuat apa-apa untuk merubah keadaan, atau anda bisa merubahnya, tapi anda terlambat.<br /><br />Bagi saya, firasat adalah sebuah insting. Ya, insting alam bawah sadar kita. Ketika tanpa sadar, kita ternyata telah berpikir jauh melampaui apa yang kita pikirkan, sembari mempertimbangkan alur-alur kejadian, yang entah dengan ajian apa lagi bisa tersensor oleh bawah sadar kita.<br /><br />Hal yang kita sebut dengan firasat ini telah mengimplikasi cara berpikir saya. Karena saya adalah tipe orang yang kurang ulet, maka saya justru lebih menyukai firasat yang kurang baik. Karena jujur saja, firasat baik itu justru membuat saya menjadi seorang pemalas. Seorang yang menggantungkan nasibnya pada nasib itu sendiri. <strike>Manja</strike>!<br /><br />Sedangkan ketika saya mendapat firasat yang saya anggap kurang baik, maka dengan sekuat tenaga saya akan berusaha memperbaiki keadaan. Meski kebanyakan, usaha keras itu justru membuahkan hasil nol.<br /><br />Tapi saya malah senang. Karena dengan begitu, saya jadi tahu batas kemampuan saya. Dan saya bangga karena saya telah mencapai bagian itu.<br /><br />Dan sadar, bahwa kita tak akan mampu memaksakan keadaan. Bukankah kata para kyai, baik kyai yang lurus maupun yang <em>mbeling</em>, manusia itu disuruh berikhtiar dulu, lalu diiringi dengan doa? Saya kan hanya santri , ya saya itu manut dan percaya sama wejangan para kyai guru saya.<br /><ul><li>Segenap kru blog ini mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi umat muslim yang melaksanakannya.</li><li><em>Duh Gusti, kulo namung badhe syukur kaliyan nikmat-Mu. Mugi firasat kula punika namung salah sijining prasangka kula dhumateng Gusti. Mugi, kula saged dados menungsa ingkang saged milah, punapa kemawon ingkang dados anugerah, nikmat, ugi cobinipun Gusti. Mugi kula saged dados tiyang ingkang nrimo dhumateng titah-Mu duh Gusti...</em></li><li>Duh Gusti, saya hanya ingin bersyukur atas nikmat-Mu. Semoga firasat saya ini hanya salah satu prasangkaku atas-Mu ya Allah. Semoga, saya bisa menjadi insan yang bisa memilah, apa saja yang jadi anugerah, nikmat, juga cobaan-Mu ya Allah. Semoga saya bisa menjadi insan yang <em>nrimo</em> atas takdir-Mu duh Gusti...</li><li>Entahlah, saya hanya sedang menimbang firasatku tentangmu. Tapi saya masih mengumpulkan keberanian. Mungkin benar, ini saatnya saya menutup indra dan membacamu dengan hati... </li></ul>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2172954781654741359.post-3305536523189712622008-07-20T23:02:00.002+07:002010-04-16T18:02:57.933+07:00Cemburu KucingHihihi...seorang sahabat berkisah tentang cerita cintanya...<br />Lucunya dia bilang, dia cemburu sama kucing!<br /><br />Lah kok?<br /><br />Katanya dia pernah dengan gombal dan melankolisnya membuat puisi untuk mengungkapkan kecemburuannya pada kucing milik kekasihnya...<br />"Untung tak pernah kuberitahukan padanya" katanya...<br /><br />Aneh memang...<br /><br />Menurut saya, wajar jika kita cemburu pada sesuatu yang lebih diperhatikan oleh kekasih...[pengalaman pribadikah?]<br />Lha wong cemburu kan tanda dan bumbunya cinta...ya toh?<br />Tapi kalo cemburu sama kucing?<br /><br />Ingat, seharusnya kucing itu yang cemburu pada kita!<br />Kucing itu ibarat refleksi dari hal-hal yang ada di hidup kekasih kita sebelum kedatangan kita...<br />Hal-hal yang sudah mendapatkan tempat terlebih dulu di hatinya...<br /><br />Dan kita datang merusak keharmonisan hubungan kekasih kita dengan hal-hal itu<br />Lha wong kita yang merusak kok kita yang nesu?<br />piye to?<br />hihihi...<br /><blockquote>Banyak kita yang jadi merasa posesif setelah ketemu sama yang kita ingini. Dan kadang kita jadi lupa kalau belum tentu yang kita pengini itu ya mau juga sama kita. Atau, yang kita ingini itu juga belum tentu yang kita butuhkan sebenarnya. Ya to?<br /></blockquote>-sebuah saran untuk diri saya sendiri...<br />-untuk <b>sita</b>siunku..kalau kamu baca halaman ini..silahkan anggap sahabatku itu adalah aku...sebuah permintaan maaf yang tak terucap karena baru kusadari...<br /><br /><blockquote>Sekedar copy paste dari weblog pribadi di intranet kantor. Hihihi...<br /></blockquote>bocahcilik™http://www.blogger.com/profile/04080900966035290465noreply@blogger.com10